Sambutan Ketua Mifda Sampang
Bisa dan paham dalam membaca kitab turats adalah kemampuan yang penting. Bahkan bias dikatakan wajib dimiliki oleh santri. Bagaimana tidak, dengan paham bacaan dan isi dari kitab-kitab klasik karya para ulama, kita bias mengungkap dan menggali banyak sumber-sumber pengetahuan Islam di dalamnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya, banyak di luar sana yang masih bingung dan belum bias membaca apa lagi memahami kitab-kitab kuning dengan dalih teks dalam kitab kuning yang tidak berharakat sebagaimana mushaf Al-Qur’an. Sehingga membuatnya sulit untuk dibaca. Selain ketiadaan harakat, ketidaktahuan akan makna dari kata dan kalimat yang terkandung di dalam kitab adalah faktor lainnya.
Untuk itu agar bias cakap dalam membaca dan memahami teks pada kitab kuning, dibutuhkan suatu perangkat ilmu, yakni ilmu gramatika arab, atau yang familiar disebut ilmu nahwu dan shorof. Di zaman sekarang sudah banyak karya literatur para ulama dan cendikiawan yang ada untuk mengkaji cara membaca kitab kuning. Seperti beberapa kitab yang telah masyhur di kalangan para santri dan lumrahnya dijadikan kurikulum pembelajaran di berbagai pesantren, antara lain kitab Al-Jurumiyyah. Kitab Jurumiyyah ini berisi teori dasar ilmu nahwu, salah satu cabang ilmu gramatika arab yang membahas perubahan huruf akhir dari sebuah kata yang menjadi tanda kedudukan kata tersebut dalam sebuah kalimat, apakah kata itu berposisi sebagai subjek, predikat, objek, atau keterangan tambahan. Kitab Jurumiyyah sering dikatakan sebagai kitab dasar dalam mempelajari ilmu gramatikal arab yang biasa dikaji oleh santri tingkat awal. Kitab tersebut adalah hasil karya ulama Maroko yang bernama Abu Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash-Shanhaji alias Ibnu Ajurrum (w. 1324 M).
Lalu, berikutnya ada kitab ‘Imrithi, nama asli kitab ini adalah Ad-Durrotu Al-Bahiyyah Nadzmu Al-Ajurumiyyah. Bentuk penazaman dari kitab Jurumiyyah hasil pemikiran ulama abad ke-16 M. Beliau bernama Yahya bin Nur Ad-Din Abi Al-Khoir bin Musa Al- Imrithi As-Syafi’i al-Anshori Al-Azhari. Berikutnya ada kitab yang sangat monumental yakni Alfiyah Ibnu Malik, maha karya dari Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik Al-Andalusy, atau lebih dikenal dengan nama Imam Ibnu Malik. Umumnya kitab ini dikaji oleh santri senior yang sudah paham akan dasar-dasar ilmu nahwu dan sharaf. Isi dari kitab ini berupa nadzham yang berjumlah 1002 bait.
Tapi dalam kesempatan kali ini, bukan kitab-kitab tadi yang jadi pembahasan utama, melainkan kitab Al-Miftah Lil Ulum. Kitab yang berisikan kiat dan cara membaca kitab, berisi rangkuman padat dari kitab terkemuka, seperti Jurumiyah, Imrithi dan Alfiyah. Sehingga tetap menjaga keorisinilan istilah-istilah dari kitab nahwu klasik, dan materi yang dikutip yaitu kaidah nahwu sharaf sebagai penunjang keterampilan membaca kitab. Kitab karya Ustad Ahmad Qusyairi Ismail yang lahir di Sampang, Madura pada tanggal 12 April 1980 ini diterbitkan oleh Badan Tarbiyah wa Taklim Madrasi Pondok Pesantren Sidogiri (BATATARMA). Kitab ini mulai di-launching pada tahun 2011. Kitab ini mudah dipahami karena dikemas menggunakan Bahasa Indonesia dan metode pembelajarannya yang menyenangkan, serta bersahabat bagi para peserta didik dikarenakan mengusung lagu anak-anak dan mengubahnya menjadi nadzhom yang menarik.
Metode ini terdiri dari empat jilid, yang ditambah dengan satu rangkuman tashrifyah dan satu buku nadham yang dibentuk seukuran saku sehingga mudah apabila dibawa kemana-mana. Jadi jumlah kitab pada metode Al-Miftah ini totalnya ada enam kitab. Semua buku Al-Miftah berkonsep full colour. Sangat berbeda dengan buku kaidah gramatika bahasa arab pada umumnya yang hanya menggunakan warna hitam sebagai warna tulisannya. Selain itu Al-Miftah didesain menggunakan kertas berkualitas bagus serta tulisan penuh warna yang beraneka ragam, terdapat bagan, tabel, nadzham, dan latihan soal. Hal ini tentunya membuat pembaca baik dari siswa dan guru atau siswa yang sudah besar atau masih kecil semakin berminat untuk menggunakan metode ini.
Metode ini lebih menyasar kepada anak-anak, dan mereka yang masih awam akan ilmu nahwu dan sharaf sebagai penunjang kemampuan baca kitab kuning. Keunikan lainnya dari Al-Miftah Lil Ulum yaitu merupakan sebuah perpaduan dari berbagai macam ilmu gramatika arab yang dipadukan menjadi metode yang mudah dan praktis, serta menyenangkan sangat cocok diajarkan kepada anak-anak dan orang awam. Sebab kitab ini dilengkapi dengan lagu-lagu dan nadham Alfiyah Ibnu Malik yang dipilah dan dikemas secara kreatif, mudah dihafal dan dapat diaplikasikan secara langsung. Namun di metode Al-Miftah Lil Ulum ini, tidak terdapat daftar isi serta materi yang diambil hanya dari segi kaidahnya, tanpa adanya pendalaman yang luas dan mendalam.
Pada jilid 1 dengan cover warna hijau, terdapat 50 halaman yang terdiri dari dua bab, berisi kaidah cara membedakan kalimat isim, fi’il, dan huruf di bab pertamanya. Sedangkan pada bab kedua yaitu kaidah menentukan kalimat isim, mabni dan mu’rob. Sementara jilid2 terdiri dari 71 halaman dengan cover berwarna biru, yang berisikan tiga sub bab. Sub bab pertama yaitu kaidah menentukan antara isim makrifat dan isim nakiroh. Sub bab kedua berisi kaidah menentukan isim mudzakar dan muannats. Sub bab ketiga terdiri dari kaidah menentukan isim jamid dan musytaq.
Jilid ke 3 berwarna ungu covernya, jilid ini tersusun dari 68 halaman, mengkhususkan pembahasan pada kalimat fi’il (kata kerja) beserta i’robnya, terdiri dari 5 sub bab ditambah pembagian i’rob kalimat fi’il yaitu i’rob rafa’, nashob,dan jer. Pada sub bab pertama membahas fi’il madhi, mudhori’, dan amar. Sub bab kedua membahas kaidah fi’il mujarrod dan mazid. Sub bab ketiga membahas kaidah fi’il muta’addi dan lazim. Sub bab keempat membahas kaidah fi’il ma’lum dan majhul. Sub bab kelima tentang fi’il shahih dan fi’il mu’tal.
Jilid ke 4 dengan covernya yang berwarna oranye tersusun dari 62 halaman. Terdiri dari 3 bab. Bab pertama berisi kaidah isim-isim yang dibaca rafa’ (marfu’atulasma’). Bab kedua berisi kaidah isim-isim yang dibaca nasab (manshubatul asma’). Bab ketiga berisi kaidah isim-isim yang dibaca khafd (makhfudzatulasma’). Kelima jilid tadi dilengkapi dengan nadhom yang diaran semen lagu-lagu Indonesia sebagai pelengkap materi dan penunjang hafalan siswa agar lebih cepat dalam menghafal.
Pesantren Sidogiri yang notabene mengunggulkan kitab sekaligus tempat lahirnya metode ini misalkan, pesantren ini sudah lama menerapkan metode cepat baca kitab kuning ini kepada santri-santrinya. Implementasinya adalah santri yang baru mondok di pesantren akan dipacu agar mampu membaca kitab kuning dalam jangka waktu yang cukup singkat, yaitu sekitar 5 hingga 6 bulan. Dalam pengajarannya, para santri tingkat awal hanya difokuskan pada satu kitab saja, yaitu kitab Al-Miftah Lil Ulum. Artinya santri hanya fokus belajar Al-Miftah dalam sehari semalam dengan metode ngaji secara urut dimulai dari jilid satu hingga jilid 4, serta menghafalkan nadzham dan tasrifan. Sudah ribuan santri kecil yang diwisuda baca kitab Fathul Qarib berkat metode Al-Miftah. Ini menjadi bukti keberhasilan dari penerapan metode ini.
Jadi metode ini amat cocok bagi anak-anak dan para pemula, sudah banyak yang mahir membaca kitab kuning hasil tempaan dari metode kilat ini. Kini, sudah saatnya Anda mencobanya.